Sesaat, Menulikan Diri

Photo by Tim Douglas on Pexels.com

Kami mulai kelas online hari ini. Wabah COVID19 menyebabkan semua kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah via media daring. Mapel TIK yang aku ajarkan mendapat alokasi waktu 1 jam pertemuan dan diajarkan sekali 2 minggu. Karena itulah minggu ini menjadi pertemuan pertama kami

Aku mengubah materi ajar. Tidak semua anak memiliki komputer atau laptop dan aku tidak ingin menyusahkan mereka. Materi desain yang sebelumnya direncanakan diubah menjadi membuat blog.

Kelas dimulai. Materi dibagikan. Dilanjutkan dengan praktikum mandiri yang dilakukan berdasarkan langah kerja pada modul. 5 menit pertama aman. 5 menit berikutnya masuk beberapa pesan via Whatsapp. Mereka menemui masalah saat praktik dan bingung. Meminta solusi tercepat dengan menghubungiku. Aku pun membalas.

Dimenit-menit berikutnya pesan yang masuk makin banyak. Maksudnya sama. Meminta solusi masalah praktikumnya. Aku membalas secepat mungkin. Aku membalas 1 pesan, 10 pesan masuk. Aku kewalahan. Hilang fokus. Masalah A aku jawab dengan solusi untuk masalah B. Pusing. Tak menyangka, praktikum via online ini akan sangat melelahkan.

Kelas pertama selesai. Lanjut kelas kedua. Kejadiannya sama. Namun, masalah bertambah. Siswa kelas sebelumnya ternyata masih semangat menyelesaikan praktikum. Kedua kelas mengirim pesan tanpa henti. Aku tak sanggup.

Kewalahan, HP kuletakkan dan beranjak menuju dapur. Segelas es coklat sepertinya cocok untuk menenangkan saraf-saraf otak yang mulai protes. Aku kembali menuju meja kerja. HP tak ku hiraukan. Aku butuh rehat sejenak.

Es coklat habis. Ketegangan di otak mulai mereda. Aku mulai lagi membalas pesan siswa. Namun ada jawaban berbeda yang ku terima. Ketika kutanyakan detail masalahnya mereka menjawab

“Sudah bisa buk”

“Sudah ketemu caranya bu”

“Tadi sudah dibantu teman bu”

Hoho… ternyata rehat sejenakku bisa membuat mereka lebih mandiri. Mungkin terlalu lama menunggu jawaban membuat mereka mencoba sendiri dan lebih kreatif dalam menemukan solusi.

Aku tiba-tiba sadar. Keinginanku untuk segera memberi mereka jawaban, mungkin tidak selamanya baik. Mereka harus diberi ruang untuk menyelesaikan masalah sendiri. Untuk bersusah susah berpikir. Untuk mengupayakan segenap kemampuan dalam mencari solusi. Dan saya, sebagai guru harus bersabar. Sabar melihat mereka bingung. Sabar untuk tidak langsung memberikan jawaban. Sabar menunggu mereka menemukan solusi. Dan “menjadi tuli” terhadap masalah mereka itu terkadang perlu

14 thoughts on “Sesaat, Menulikan Diri

  1. Tetap semangat bu guru 😊
    Terasa lebih sulit memang mengajar dari rumah, insyaallah semua berkah,dan anak-anak bisa lebih ngena pelajarannya karena mereka lebih keras berusaha 😊

  2. Tetap semangat mba. Kamipun seperti itu. Kuliah online, ujian online. Ujian yang biasanya 1 jam, karena masalah jaringan jadi 3 jam, mahasiswa lelah, dosen lelah. Ada yang mau submit ujian, error, terpaksa mengulang lagi. Mereka mau nangis rasanya.

    1. Mereka mau nangis, kita juga panik ya mba. Dan belajar online ini bener2 double lelahnya.
      Mari kita semangat mba 😊

  3. Begitupun saat jadi ibu ya, kita harus memberi kesempatan anak sedari kecil untuk mencoba dlu sndiri, tidak melulu diladeni..*cmiiw

    1. Iya mba. Harus sabar, ngasih kesempatan mereka belajar. Tapi kita kan kadang suka ga sabar mba. Mau nya cepat aja 😂😂

  4. pasti butuh waktu penyesuaian dengan metode baru, metode online ini. sering kali terjadi kendala-kendala teknis dan lainnya. semangat mba 🙂

Leave a comment